Masih Jalan-Jalan di Pulau Weh

 Nah, ini dia kelanjutan trip saya di Pulau Weh. Sebelum baca lebih lanjut, kita nonton video perjalanannya dulu, yuk.



Pada chapter sebelumnya, saya baru saja selesai menikmati waktu di area tugu KM 0. Setelah mampir ke tugu KM 0, sesuai permintaan saya sebelumnya, saya ingin mampir ke pantai Iboih untuk melihat Pulau Rubiah, walau dari kejauhan.
Saya bertanya, kepada Pak Amir, kenapa pulau ini dinamakan Pulau Weh? Katanya, pulau ini jika dilihat dari peta, memang menyerupai huruf W. Saya hanya manggut-manggut, karena saya yakin ada cerita lain di samping cerita tentang bentuk pulau yang menyerupai huruf W tadi.

Selang beberapa menit, sampailah saya di Pantai Iboih. Tadinya, saya tidak akan berlama-lama di area tersebut, tetapi tiba-tiba saya tergoda untuk melakukan snorkeling di Pulau Rubiah. Ya, akhirnya saya menyerah pada pesona Iboih yang begitu menyenangkan. Yes, this is vitamin sea!
Karena tidak membawa perlengkapan memadai, saya akhirnya menyewa perlengkapan snorkeling, berikut kamera underwater, dan saya ditemani oleh seorang guide. Sementara, Pak Amir saya minta ikut ke seberang, ke Pulau Rubiah. Selain saya tidak tega meninggalkannya sendirian di parkiran (halah), kan lumayan juga bisa sekalian minta tolong jaga tas saya saat saya sedang main air. Ha ha ha ha #mukaiblis
Lalu, kami pun menumpang sebuah perahu motor yang membawa kami ke Pulau Rubiah.

Saya, Pak Amir (baju belang-belang), dan pemilik perahu

Well, sesampainya di Pulau Rubiah, saya langsung ganti pakaian, dan siap-siap nyebur dengan berbagai perlengkapan snorkeling. Guide saya, yang bernama Alif, mengingatkan agar saya berhat-hati karena di situ banyak sekali terdapat bulu babi. Hiiiy.... mbayanginnya aja merinding, geli, kayak lihat ulat bulu yang bulat. Oke, saya pun berhati-hati. Tak lupa, saya foto dulu bulu babinya.

Hai, bulu babi Pulau Rubiah!

Dan, main-main airnya pun dimulai. Berhubung badan saya sedang gemuk-gemuknya, jadi saya gampang capek deh. Tapi, syukurlah Alif mau bersabar menghadapi ketakberdayaan saya saat tenggelem-tenggelem pengen dapat angle foto yang bagus di dasar laut.

Awalnya pakai pelampung


Lama-lama enggak betah pakai pelampung

Berenang bebas deh

Wefie bareng ikan-ikan 

Lovable coral

Pose mainstream orang yang sedang snorkeling


Setelah puas snorkeling, saya istirahat sejenak sambil menikmati mie instan bersama Alif dan Pak Amir. Maknyuss. Tak lama kemudian, kami kembali menyebrang ke Pantai Iboih, karena wisata airnya telah selesai.

Kembali ke Pantai Iboih

Karena keasikan main air, saya jadi lupa waktu. Padahal, masih banyak destinasi yang belum disambangi. Karena senja segera tiba, Pak Amir menyarankan saya mampir untuk melihat Danau Aneuk Laot sebentar. Seharusnya sih bisa mampir juga ke air terjun Pria Laot, tapi saya kehabisan waktu. Yasudahlah, Pak. Mungkin itu nanti jadi alasan saya untuk kembali lagi ke sini.

Setelah transaksi copy paste foto-foto selama snorkeling dengan Alif, saya dan Pak Amir pun lanjut ke area Danau Aneuk Laot. 

Ini Danau Aneuk Laot

Tempat nongkrong dan selfie anak-anak muda Sabang
Malam akhirnya tiba. Saatnya kembali ke penginapan untuk bersih-bersih dan salat Magrib. Setelah mengantar saya, Pak Amir juga pamit pulang untuk bersih-bersih dan istirahat di rumahnya. Beliau berjanji akan menjemput saya pukul 8 untuk menikmati suasana malam di Kota Sabang.

Malamnya, pukul 8 kurang Pak Amir sudah siap di depan penginapan. Saya juga sudah siap untuk jalan-jalan ngemil malam. Pak Amir mengajak saya makan di daerah Kota Sabang. Sayangnya saya lupa nama tempatnya. Fotonya pun tak ada Yang jelas, di sana saya makan roti maryam yang diberi kuah kari. Sementara, Pak Amir minum kopi khas Aceh yang aromanya sangat mantap. Lantas, kami pun berbincang-bincang tentang banyak hal. Tentang geliat kehidupan di Sabang yang terasa bagai adegan slow motion, semua warganya santai dalam menjalani hari-hari dan selalu berbahagia. Selain itu, Pak Amir juga berkisah tentang peristiwa gempa dan tsunami tahun 2004. Sabang ternyata tidak terdampak parah seperti Banda Aceh. Katanya, saat itu hanya ada aliran air laut sebentar saja, dan tidak berdampak rusak sama sekali. 

Setelah puas berbincang, kami melanjutkan perjalanan untuk mencari oleh-oleh khas Sabang. Selain membeli berbagai snack lezat khas Sabang, saya juga membeli kaos-kaos dan merchandise di Toko Piyoh. Letaknya ada di Jalan Cut Meutia Nomor 11.

Saya pun akhirnya merasa letih. Setelah sempat nongkrong sebentar di dekat tugu 0 KM Sabang, saya minta Pak Amir untuk mengantar pulang. 
Tadinya, saya pikir kebersamaan saya dan Pak Amir akan berakhir di malam itu. Ternyata tidak. Beliau bersedia mengantar saya pergi ke bandara besok siang. Dan itu free, di luar 'perjanjian' sewa mobil rental. Alhamdulillah, di area yang jauh dari rumah dan seorang diri ini, ternyata masih ada orang yang sangat baik kepada saya. Tak lama, kami pun segera kembali ke Sumur Tiga

Sesampainya di penginapan,saya tidak langsung tidur. Saya hanya berbaring sambil menikmati debur ombak di lautan. Sungguh, baru kali ini saya menginap di tempat yang sangat asik, Perlahan, kreyep-kreyep, lalu ZZZZ, saya pun tertidur.


Comments

Popular posts from this blog

'Tertawan' di Negeri Serumpun Sebalai (Bangka-Belitung Part 1)

Ngadem di Curug Cijalu, Kabupaten Subang Jawa Barat

Tak Ada Mendung di Pulau Tidung